Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa permasalahan yang diadukan konsumen ke divisi pengaduan konsumen Indonesia Property Watch (IPW) memperlihatkan banyak kasus konsumen merasa dirugikan karena ternyata pengembang properti belum mengantongi izin pembangunan.
“Konsumen seringkali tidak jeli atau memang tidak mengetahui perijinan pembangunan apa saja yang harus dilengkapi oleh pengembang. Konsumen sering tergiur harga murah dan terus membayar cicilan namun belum ada pengikatan antara konsumen dan pengembang dalam bentuk PPPJB,” kata Ali Tranghanda, CEO IPW dalam publikasi IPW yang dikutip Minggu (10/4/2016).
Ali mengatakan, banyak proyek yang dijual secara pre-sale atau jual gambar yang ternyata belum mengantongi ijin pembangunan sedangkan uang cicilan konsumen sudah masuk ke kantong pengembang. Posisi konsumen menjadi lemah ketika ternyata memang proyek tidak jadi dibangun.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan tim investigasi IPW, terdapat salah satu pengembang apartemen di wilayah Depok yang bahkan sejak 2013 telah memasarkan proyek dan sudah menerima cicilan dari konsumen, tetapi ternyata baru tahun 2016 memeroleh IMB.
Artinya selama 3 tahun konsumen ‘ditipu’ dan tidak ada ikatan dalam bentuk apapun termasuk PPJB. Lebih ironis lagi kasus yang menimpa konsumen kondotel di Yogyakarta yang menuntut karena pengembangnya ‘kabur’.
“Hal-hal seperti ini telah terjadi sejak dulu dan pemerintah tidak tanggap untuk menyelesaikannya, bahkan langkah-langkah preventif tidak dilakukan. Yang banyak terjadi adalah ketika bangunan disegel atau pengembang telah hilang baru kemudian kasus ini terkuak,” kata Ali.
Kondisi ini sangat merugikan konsumen, apalagi mereka tidak ada tempat untuk pengaduan. IPW juga mengharapkan adanya tindakan dari REI bila ternyata memang pengembang yang bersangkutan merupakan anggota REI.
“Mengingat belum adanya tindakan nyata dari pemerintah mengenai praktek semacam ini, Indonesia Property Watch mengharapkan pemerintah dapat menetapkan jaminan sebelum sebuah pengembang mau mengembangkan proyeknya dalam bentuk uang yang disetorkan ke escrow account atau akun bersama dengan pemerintah, yang tidak boleh diambil selama masa pembangunan,” katanya.
“Jadi pengembang abal-abal tidak bisa seenaknya mengambil uang konsumen terlebih dahulu untuk kemudian diputar lagi di bisnis lain. Hal ini yang sarat menyebabkan proyek macet.”
Escrow account ini menjadi jaminan ketika terjadi permasalahan dengan konsumen umumnya bila pengembang tidak jadi membangun atau bahkan terjadi keterlambatan. Besarnya jaminan yang diusulkan 20% dapat menjadi sebuah penyaring dan sistem kemananan bagi konsumen properti nasional.
Ali mengatakan, IPW berharap pemerintah tidak tinggal diam akan hal ini, karena para pengembang nakal yang mulai bermain lagi di saat pasar properti mulai bergerak naik. Di sisi lain, konsumen diharapkan dapat lebih teliti dan waspada dalam membeli properti dari pengembang.
Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa permasalahan yang diadukan konsumen ke divisi pengaduan konsumen Indonesia Property Watch (IPW) memperlihatkan banyak kasus konsumen merasa dirugikan karena ternyata pengembang properti belum mengantongi izin pembangunan.
“Konsumen seringkali tidak jeli atau memang tidak mengetahui perijinan pembangunan apa saja yang harus dilengkapi oleh pengembang. Konsumen sering tergiur harga murah dan terus membayar cicilan namun belum ada pengikatan antara konsumen dan pengembang dalam bentuk PPPJB,” kata Ali Tranghanda, CEO IPW dalam publikasi IPW yang dikutip Minggu (10/4/2016).
Ali mengatakan, banyak proyek yang dijual secara pre-sale atau jual gambar yang ternyata belum mengantongi ijin pembangunan sedangkan uang cicilan konsumen sudah masuk ke kantong pengembang. Posisi konsumen menjadi lemah ketika ternyata memang proyek tidak jadi dibangun.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan tim investigasi IPW, terdapat salah satu pengembang apartemen di wilayah Depok yang bahkan sejak 2013 telah memasarkan proyek dan sudah menerima cicilan dari konsumen, tetapi ternyata baru tahun 2016 memeroleh IMB.
Artinya selama 3 tahun konsumen ‘ditipu’ dan tidak ada ikatan dalam bentuk apapun termasuk PPJB. Lebih ironis lagi kasus yang menimpa konsumen kondotel di Yogyakarta yang menuntut karena pengembangnya ‘kabur’.
“Hal-hal seperti ini telah terjadi sejak dulu dan pemerintah tidak tanggap untuk menyelesaikannya, bahkan langkah-langkah preventif tidak dilakukan. Yang banyak terjadi adalah ketika bangunan disegel atau pengembang telah hilang baru kemudian kasus ini terkuak,” kata Ali.
Kondisi ini sangat merugikan konsumen, apalagi mereka tidak ada tempat untuk pengaduan. IPW juga mengharapkan adanya tindakan dari REI bila ternyata memang pengembang yang bersangkutan merupakan anggota REI.
“Mengingat belum adanya tindakan nyata dari pemerintah mengenai praktek semacam ini, Indonesia Property Watch mengharapkan pemerintah dapat menetapkan jaminan sebelum sebuah pengembang mau mengembangkan proyeknya dalam bentuk uang yang disetorkan ke escrow account atau akun bersama dengan pemerintah, yang tidak boleh diambil selama masa pembangunan,” katanya.
“Jadi pengembang abal-abal tidak bisa seenaknya mengambil uang konsumen terlebih dahulu untuk kemudian diputar lagi di bisnis lain. Hal ini yang sarat menyebabkan proyek macet.”
Escrow account ini menjadi jaminan ketika terjadi permasalahan dengan konsumen umumnya bila pengembang tidak jadi membangun atau bahkan terjadi keterlambatan. Besarnya jaminan yang diusulkan 20% dapat menjadi sebuah penyaring dan sistem kemananan bagi konsumen properti nasional.
Ali mengatakan, IPW berharap pemerintah tidak tinggal diam akan hal ini, karena para pengembang nakal yang mulai bermain lagi di saat pasar properti mulai bergerak naik. Di sisi lain, konsumen diharapkan dapat lebih teliti dan waspada dalam membeli properti dari pengembang.